KARIR: Lia (kiri) dan Sony Dwi Kuncoro (foto:sidiq) |
TUGAS Piala Thomas 2006 di Jepang, Makau Open 2007, dan Indonesia Super Series Premier 2014 merupakan event yang pernah dipimpinnya. Ketiganya juga bukan event kelas kacangan.
Namun, siapa sangka, wasit yang bertugas di ajang tersebut, Qomarul Lailia, ternyata bukan seorang pebulu tangkis. Dia merupakan seorang guru.
"Gurunya pun juga bukan guru olahraga. Saya guru bahasa Inggris," kata Lia, sapaan karib Qomarul Lailia.
Dia bisa berkecimpung di olahraga tepok bulu atas ajakan rekannya yang sama-sama berprofesi sebagai guru. Hanya, rekannya tersebut menangani bidang olahraga.
"Rekan melihat bahasa Inggris saya akan sangat bermanfaat kalau menjadi wasit bulu tangkis. Dia pula yang mengajari saya menjadi wasit," ungkap Lia.
Dia pun nekat menerima tawaran rekannya untuk berkecimpung di olahraga tepok bulu tersebut. Padahal, perempuan lulusan Stieba Satya Widya (dulu ABA) itu pegang raket pun tidak bisa.
"Saya belajar teori yang kemudian dipraktekan di lapangan.
Pekan Olahraga dan Seni Sekolah Dasar (Porseni SD) se Surabaya, Jawa Timur, 1998 menjadi tugas perdananya di ajang resmi. Lia dipercaya menjadi hakim garis.
"Setelah itu, pada 2000, saya mendapat linsensi dari Penprov PBSI Jatim dan lisensi nasionalnya pada 2003," tambah Lia.
Sertifikasi BAC (Asosiasi Bulu Tangkis Asia) diperolehnya pada 2007. Kini, guru SD Ketintang 1, Surabaya, Jawa Timurm itu pun ingin mencari lisensi yang lebih tinggi.
"Saya mau ikut tes BWF (Federasi Bulu Tangkis Dunia). Semoga secepatnya dapat saya peroleh," pungkas Lia. (*)