WHAT’S HOT NOW

ads header

News

Gambar tema oleh kelvinjay. Diberdayakan oleh Blogger.

Sosok

Kabar Dari Manca

Sambang Klub

Selangkah Lagi, Ruselli

Ruselli Hartawan saat tampil di SEA Games 2019 (foto: PBSI)
PERJALANAN Ruselli Hartawan terlalu jauh. Dikirim di detik-detik akhir, gadis 21 tahun tersebut memberikan secerah harapan emas kepada kontingen Indonesia di SEA Games 2019.

Hebatnya, tiket menembus final didapat usai mempermalukan unggulan teratas Porpawee Chochuwong. Pebulu tangkis Thailand tersebut dikalahkan Ruselli dalam pertarungan tiga game 21-16, 10-21, 21-18.

Kemenangan ini membuat Ruselli mampu revans atas kekalahan dua tahun lalu. Ketika itu, keduanya berjumpa di Malaysi Masters dan Ruselli menyerah 12-21, 21-16, 11-21.

Sebenarnya, pebulu tangkis berperingkat 37 dunia itu bukan tumpuan utama. Indonesia lebih menjagokan Gregoria Mariska untuk naik ke podium juara.

Namun, juara dunia junior 2017 tersebut dikalahkan Selvaduray Kisona dari Malaysia dengan 21-19, 12-21, 19-21.  Penakluk Gorgi, sapaan Gregoria Mariska, itu pula yang akan dihadapi Ruselli di babak final.

Kansnya memang cukup berat. Dalam enam kali pertemuan, Ruselli hanya sekali menang. (*)

Tak Ada Indonesia Raya di Ganda Putra

Ade Yusuf/Wahyu Nayaka terhenti di semifinal (foto: PBSI)
NOMOR ganda putra harus pulang tanpa medali emas SEA Games 2019. Satu-satunya pasangan yang tersisa, Ade Yusuf/Wahyu Nayaka, terhenti langkahnya di semifinal. Dalam pertandingan  yang dilaksanakan di Manila, Filipina, pada Minggu (8/12/2019), pasangan nonunggulan tersebut dikalahkan wakil Malaysia Aaron Chia/Soh Wooi Yik dengan rubber game 12-21, 21-18, 19-21. Pertandingan itu memakan waktu 46 menit.

Kekalahan itu juga membuat dua SEA Games ini, ganda putra gagal membuat lagu Indonesia Raya berkumandang. Tahun lalu, emas disabet pasangan Thailand Dechapol Puavaranukroh/Kittinupong Kedren. Setelah sebelumnya, Angga Pratama selalu sukses menjadi juara. Pada SEA Games 2015, dia berpasangan dengan Ricky Karanda Suwardi dan dua tahun sebelumnya dengan Rian Agung Saputro.

Sebenarnya, asa meraih emas di ganda putra terbentang luas. Unggulan teratas sekaligus calon kuat juara ditempati Fajar Alfin/Muhammad Rian Ardianto. Posisinya sebagai peringkat kelima dunia menjadi modal berharga.

Sayang, jangankan menembus final. Melangkah semifinal pun tidak bisa dilakukan. Fajri, julukan Fajar/Rian, dipermalukan Bodin Issara/Maneepong Jongjit (Thailand) dengan dua game langsung 16-21, 21-23 di perempat final.

Tak bisa dipungkiri, penampilan Fajri memang tak seperti sebelum-sebelumnya. Bahkan di final beregu putra, mereka menjadi satu-satunya nomor yang tak bisa menghasilkan angka.

Tanpa medali emas ini membuat ganda putra senasib dengan tunggal putra. Nomor ini lebih ironis karena tak satu medali pun yang dibawa pulang. (*)

Ada Apa dengan Fajri?

Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto (foto: PBSI)
ADA apa dengan Fajar Alfin/Muhammad Rian Ardianto? Penampilannya semakin hari semakin tak memberikan harapan.

Itu setelah keduanya mampu meraih gelar di Korea Selatan pada awal November lalu. Setelah itu, Fajri, sapaan karib Fajar/Rian, tak pernah tampil memuaskan.

Bahkan, kegagalan-kegagalan sering diterima. Ironisnya, mereka kalah dari pasangan yang bukan selevel. Di ajang SEA Games itu kembali terjadi.

Alih-alih digadang-gadang sebagai penyumbang poin di beregu, Fajri malah menjadi kartu mati. Saat final melawan Malaysia, keduanya gagal menyumbangkan poin.

Kekalahan di laga kedua, sempat membuat Malaysia sempat menyamakan kedudukan 1-1. Untung, di tunggal kedua, Anthony Sinisuka Ginting dan pasangan Ade Yusuf/Wahyu Nayaka mampu mendonasikan poin.

Kini, hal tersebut kembali di nomor perorangan. Duduk sebagai unggulan teratas, Fajri sudah angkat koper lebih awal. Bukan di final seperti status yang mereka tempati. Tapi, itu di babak perempat final. Secara mengejutkan, Fajri dipermalukan  ganda Thailand Bodin Issara/Maneepong Jongjit dengan dua game langsung     21-16, 23-21 di Manila, Filipina, Sabtu (7/12/2019).

Di atas kertas, sebenarnya Fajri bisa memenangkan pertandingkan. Rankingnya, kelima, jauh di atas wakil Negeri Gajah Putih, julukan Thailand, tersebut, yang ada di posisi 46. Selain itu, Fajri pernah mengalahkan lawannya tersebut pada Chine Open September lalu.
   
Dengan kekalahan ini, Indonesia tinggal berharap kepada pasangan Ade Yusuf/Wahyu Nayaka. Pasangan nonunggulan ini melaju ke semifinal usai menundukkan Mittisak Namdash/Nipitphon Phuangphuapet (Thailand) dengan 21-16, 21-18. Untuk bisa menembus final, Ade/Wahyu harus bisa menyingkirkan unggulan kedua asal Malaysia Aaron Chia/Soh Wooi Yik. (*)
    

Kejutan Pebulu Tangkis Lapis Ketiga

Ruselli merayakan kemenangan di Manila (foto: PBSI)
SECARA ranking, harusnya Ruselli Hartawan hanya tunggal ketiga. Sewajarnya, dia tak turun di nomor perorangan SEA Games 2019.

Namun, penampilan Fitriani di nomor beregu membuat tim pelatih kontingen bulu tangkis Indonesia waswas. Di beregu, gadis mungil ini tak pernah menyumbangkan angka-angka penting.

Imbasnya, Ruselli pun naik kelas. Dia dipercaya turun di nomor perorangan.

Kepercayaan itu tak disia-siakan gadis 21 tahun tersebut. Ruselli sudah membuat kejutan di babak I.

Atlet ranking 37 dunia itu memulangkan unggulan keempat asal Singapura Yeo Jia Min dengan rubber game 21-16, 22-24, 19-9 (ret). Di game ketiga lawanya tak bisa melanjutkan pertandingan. Ini menjadi kemenangan keempat Ruselli atas pebulu tangkis berperingkat 25 dunia tersebut.

Di atas kertas, tiket semifinal sudah digapai. Sebab, atlet ranking 37 dunia itu ''hanya'' menghadapi pebulu tangkis Myanmar Thet Htar Thuzar. Di babak 1, secara mengejutkan dia menundukkan wakil Malaysia Sonia Cheh dengan 18-21, 21-15, 12-5 (ret).

hanya di semifinal, Ruselli harus kerja ekstrakeras. Skenarionya, dia berjumpa unggulan teratas asal Thailand Pornpawee Chochuwong. Ruselli pernah sekali kalah dari gadis berperingkat 17 dunia itu di Malaysia Masters 2017. (*)

Vito Harus Berjuan Sendirian

Shesar Hiren Rustavito saat berlaga di SEA Games 2019
SEMUA wakil Indonesia di cabang olahraga (cabor) bulu tangkis SEA Games 2019 memperoleh jalan mulus. Firman Abdul Kholik yang turun di  tunggal putra menjadi satu-satunya duta merah putih yang harus angkat kaki.

Sedangkan semua rekan-rekannya sukses menembus babak berikut. Firman dipaksa harus mengakui ketangguhan pebulu tangkis Thailand Sitthikom Thammasin dengan dua game langsung 9-21, 17-21. Untung satu wakil lainnya di nomor bergengsi ini, Shesar Hiren Rustavito, mampu menapak ke babak perempat final. Vito, sapaan karibnya, menang mudah 21-4, 21-11 atas wakil  Kamboja Leng Sopheaktra.

Untuk bisa lolos ke semifinal, dia harus bisa mengalahkan Loh Kean Yew. Pada pertandingan sebelumnya, pebulu tangkis Singapura tersebut menghentikan perlawanan Soo Jong Ven dari Malaysia dengan 21-17, 21-16.

Ternyata, Vito pernah berjumpa dengan Kean Yew. Bahkan, sudah tiga kali. Hasilnya, pebulu tangkis Pelatnas Cipayung itu dua kali menang dan sekali kalah. Dua kali kemenangan dipetiknya pada tahun ini dan sekali kekalahan empat tahun lalu.

Di nomor tunggal putra ini, Indonesia tak bisa menurunkan kekuatan terbaiknya pada SEA Games 2019.  Beda dengan nomor beregu. Ketika itu, dua jagoan merah putih yang masuk 10 besar dunia, Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting. Hasilnya, Indonesia mampu meraih emas. Ini membuat lagu Indonesia Raya enam kali beruntun berkumandang di nomor beregu. (*)

Dua Andalan Tak Main di Perorangan

Jonatan saat berlaga di nomor beregu SEA Games 2019
INDONESIA ditinggal dua jagoan tunggalnya di SEA Games 2019. Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka harus fokus tampil dalam BWF (Federasi Bulu Tangkis Dunia) Finals yang dilaksanakan di Guangzhou, Tiongkok, pekan depan.

Meski, pada SEA Games 2019 ini, keduanya turun dan ikut ambil bagian di beregu. Kehadiran dua atlet 10 besar dunia ini cukup signifikan. Untuk kali keenam secara beruntun, Indonesia keluar sebagai juara atau sukses meraih emas.

Bahkan, Jojo, sapaan karib Jonatan, dan Anthony tak pernah menelan kekalahan. Sayang, kebersamaan itu tak bisa berlanjut di perorangan.

Sebagai gantinya, Indonesia menampilkan dua pelapis utama, Shesar Hiren Rustavito dan Firman Abdul Kholiq. Imbasnya, merah putih tak menempatkan dutanya sebagai unggulan teratas.

Vito, sapaan karib Shesar Hiren Rustavito, hanya duduk sebagai unggulan ketiga. Sementara, Firman malah bukan unggulan.

Di babak I, Vito akan ditantang wakil Kamboja Sopheaktra dan Firman langsung bertemu unggulan keempat asal Thailand Sittikhom Thammasin.

Dua tahun lalu, emas tunggal putra jatuh ke tangan Jojo. Ini juga menjadi pengobat kecewa setelah dua tahun sebelumnya lagu Indonesia Raya tak bisa berkumandang. (*)

Yes, Indonesia Bisa Enam Kali Beruntun

Tim putra Indonesia di atas podium
KETENANGAN Indonesia di nomor beregu putra SEA Games tak terusik. Lagu Indonesia Raya pun bisa berkumandang selama enam kali beruntun dalam pesta olahraga bangsa-bangsa Asia Tenggara tersebut.

  Meski, Malaysia dan Thailand mencoba untuk menggoyahkan dominasi Indonesia. Adalah pasangan Ade Yusuf/Wahyu Nayaka yang menjadi penentu kemenangan pada pertandingan final melawan Malaysia yang diadakan di Manila, Filipina, pada Rau (4/12/2019).

 Ganda yang sudah lama berada di Pelatnas Cipayung tersebut menang dua game langsung 21-16, 21-19 atas Ong Yew Sin/Teo Ee Yi. Hasil itu membuat Indonesia unggul 3-1. Sebelumnya, dua poin disumbangkan dari nomor tunggal melalui Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting.
  Jojo, sapaan karib Jonatan Christie, unggul straight game 21-9, 21-17 atas Lee Zii Jia .  Ini menjadi kemenagan keempat baginya atas wakil negeri jiran tersebut.

  Namun, Malaysia sempat membuka peluang dengan menyamakan kedudukan menjadi 1-1. Ganda nomor lima dunia Fajar Alfian/M. Rian Ardianto secara mengejutkan dipermalukan straight game 17-21, 13-21 oleh Chia Teng Fong/Soh Wooi Yik.

  Untung, Anthony mampu membuat merah putih kembali unggul. Hanya, dia dipaksa kerja keras selama tiga game 13-21, 21-15, 21-18 oleh Soong Joo Ven.  Bagi Anthony ini menjadi kemenangan kedua. Pertemuan pertama sudah lama terjadi yakni pada VIetnam Open 2015.

Sejak Indonesia ikut SEA Games 1977 hanya Malaysia yang bisa menggagalkan Indonesia menjadi juara yakni pada 1989, 1991, 2001, dan 2005.
 Sayang, sukses di beregu putra tak diikuti putri. Gregoria Mariska dkk dikalahkan Thailand dengan skor 1-3 sehari sebelumnya. (*)

10 Tahun tanpa Emas Beregu Putri

SUDAH 10 tahun Indonesia tak merasakan manisnya menjadi juara beregu putri SEA Games. Meski sebenarnya, kans untuk mengakhiri dahaga itu sempat terbuka dengan menembus babak final.
 
Seperti yang terjadi di SEA Games 2019. Pada ajang yang dilaksanakan di Manila, Filipina tersebut, Gregoria Mariska dkk lolos hingga babak pemungkas.
 
Sayang, pada pertandingan yang dilaksanakan Selasa (3/12/2019) tersebut, Indonesia menyerah 1-3 dari Thailand. Satu-satunya kemenangan disumbangkan dari ganda. Pasangan Ni Ketut Mahadewi/Apriyani menghentikan perlawanan Rawinda Prajongjai/Puttita Supajirakul dengan straight game 21-17, 21-18.
 
Donasi angka itu membuat Indonesia mampu menyamakan kedudukan menjadi 1-1. Sebab, di partai pertama yang mempertandingkan nomor tunggal, Gregoria, juara dunia junior 2017, kalah 13-21, 21-12, 14-21 oleh Rachanok Intanon, pebulu tangkis ranking 10 besar dunia.
 
Namun, di partai ketiga, Fitriani dipaksa menyerah 8-21, 10-12 dari Busanan Ongbamrungphan. Kedudukan pun menjadi 2-1 bagi Thailand.

 Ganda kedua menjadi penentu nasib Indonesia. Namun, apa mau dikata, Siti Fadia/Ribka Sugiarto masih terlalu berat menanganggung beban. Mereka kalah 8-21, 17-21 oleh Chayanit Chaladchalam/Phataimas Muenwong.
 
Pupus sudah membuat lagu Indonesia Raya berkumandang. Kali terakhir emas nomor beregu putri disumbangkan pada SEA Games 2007. Di final, Maria Kristin dkk menang 3-0.
 
Sebaliknya bagi Thailand. Kemenangan atas Indonesia membuat Negeri Gajah Putih, julukan Thailand, tiga kali beruntun meraih emas. (*)

Tiga Debutan Tunggal Putra di Putaran Final

Antonsen memiliki kesempatan tampil (foto: badminton photo)
BEBERAPA muka baru muncul di World Tour Finals 2019 di Guangzhou, Tiongkok. Tercatat nama Wang Tzu Wei dari Taiwan, Anders Antonsen (Denmark), dan wakil Indonesia Jonatan Christie menjadi yang pertama di antara muka-muka yang akan bertanding dalam ajang yang mulai dilaksanakan 11 Desember tersebut.

Wang lolos usai menembus babak II Korea Masters 2019. Donasi poin yang diperoleh sudah cukup membuatnya di posisi kedelapan atau posisi terakhir pebulu tangkis yang akan berlaga di World Tour Finals 2019.  Beda halnya dengan Jojo, sapaan karib Jonatan Christie. Poin yang dikumpulkannya sudah cukup karena ada di posisi ketiga. Dia di belakang juara dunia kento Momota asal Jepang dan Cou Tien Chen dari Taiwan.

Sementara Antonsen, yang disebut sebagai pebulu tangkis muda paling impresif tahun ini, pergi ke Negeri Panda,julukan Tiongkok, karena duduk di ranking ketujuh. Setiap negara dibatasi maksimal meloloskan 2 duta ke Guangzhou.

Aturan itu yang membuat Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto harus me ngubur ambisinya untuk ikut ambi bagian di sektor ganda putra. Ini karena di atasnya sudah ada dua wakil Indonesia lainnya, Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya di posisi pertama dan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan di ranking kedua. Otomatis Fajri, sebutan Fajar/Rian yang ada di posisi kelima terlempar.

Selain ganda putra, Indonesia juga meloloskan dua wakil di tunggal putra. Selain Jojo, merah putih juga menempatkan Anthony Sinisuka Ginting. Meski meloloskan dua duta tapi Kento Momota tetap menjadi kandidat kuat juara.

Wakil Negeri Sakura, julukan Jepang, ini selain juara dunia 2019 adalah juara bertahan. Tahun lalu di Dubai, dia menundukkan Shi Yuqi dari Tiongkok. (*)

DAFTAR PESERTA WORLD TOUR FINALS 2019
TUNGGAL PUTRA
1. Kento Momota (Jepang)
2. Chou Tien Chen (Taiwan)
3. Jonatan Christie (Indonesia)
4. Chen Long (Tiongkok)
5. Viktor Axelsen (Denmark)
6. Anthony Sinisuka Ginting (Indonesia)
7. Anders Antonsen (Denmark)
8. Wang Tzu Wei (Taiwan)

Mengenang sang Legenda Johan Wahjudi


Dia pernah menjadi kebanggaan Indonesia. Piala Thomas dan gelar All England pernah disumbangkan bagi negaranya.
--
KABAR duka berhembus pada pertengahan November 2019. Salah legenda bulu tangkis Indonesia dan dunia, Johan Wahjudi, menghembuskan nafas terakhir.

Dia meninggal di usia 66 tahun di Malang, Jawa Timur. Kota kelahiran dari pebulu tangkis spesialias ganda putra tersebut.

Di masa kejayaannya, dia berpartner dengan Tjun-Tjun. Keduanya dikenal karena mampu menjadi juara dunia kali pertama saat ajang itu dilaksanakan di Malmoe, Swedia. Pada pertandingan final, Johan/Tjun Tjun menundukkan rekannya sendiri, Christian Hadinata/Ade Chandra, dengan dua set langsung 15-6, 15-4.
  
Bersama Tjun-Tjun, Johan pun mengukir enam kali juara ganda putra di turnamen paling bergengsi di muka bumi ini, All England. Mereka menjadi juara 1974-1975, 1977-1980. Hanya pada 1976, gelar mereka lepas ke pasangan Swedia Bengt Froman/Thomas Kihlstrom. Johan/Tjun-Tjun dikenal mempunya gaya bermain yang menyerang.

Johan mulai bermain bulu tangkis saat usianya masih di bawah empat tahun. Dia digemleng langsung oleh ayahnya. Penampilannya yang menanjak membuat lelaki kelahiran 10 Februari 1953 tersebut mendapat panggilan masuk tim nasional buat persiapan Invitasi Kejuaraan Dunia di Jakarta.

Dipasangkan dengan Tjun-Tjun membuat Johan menemukan tandem yang sehati. Baru setahun, mereka menembus final All England sebelum dikalahkan 1-15, 7-15 dari Christian/Ade. Hebatnya, mulai 1974-1980, mereka hanya sekali menelan kekalahan yakni di final All England 1976.
 
Christian Hadinata, salah legenda hidup ganda putra dunia, mengakui ketangguhan mendiang dengan Tjun-Tjun. Baginya, mereka tipe pasangan yang dibutuhkan era sekarang.

''Bermain menyerang dan rotasinya bagus,'' ungkapnya seperti dikutip dari situs BWF (Federasi Bulu Tangkis Dunia).

Itu, ujar Christian, berbeda dengan pasangan lain di masanya.  Dia mencontohkan dirinya dengan Ade yang bermain di depan dan pasangannya di belakang.

''Johan dan Tjun-Tjun merupakan pasangan pertama yang bermain sama baiknya di depan dan belakang. Dengan gaya itu, mereka mampu enam kali menjadi juara All England,'' puji lelaki yang sukses melahirkan pasangan-pasangan dunia di era 1990-an hingga 2000-an itu.
 
Johan menjadi salah satu figur penting saat menjadi juara Piala Thomas 1976 dan 1979. Dalam 13 kali penampilannya, mereka hanya sekali menelan kekalahan. Pada 1976, Indonesia mempermalukan Malaysia dengan skor telak 9-0. Seperti tiga tahun kemudian saat melibas Denmark juga dengan 9-0.
 
Saat mempertahankan gelar di kandang sendiri, Jakarta, Tjun Tjun mengalami cedera. Setahun kemudian, mereka juga dikalahkan rekan sendiri, Rudy Heryanto/Hariamanto Kartono. Cedera punggung Tjun-Tjun membuat dia pensiun lebih cepat.

Kontribusinya yang besar kepada bulu tangkis membuat Johan/Tjun-Tjun masuk Hall of Fame BWF pada 2009. (*)

Gagal Raih Gelar Ketiga di Tahun Ini

ALDO Purnomo gagal mencetak hat-trick (tiga kali beruntun) menjadi juara. Dia dipaksa harus mengakui ketangguhan sesama pebulu tangkis Jatim, Nur Yahya Ady Velandi, dengan dua game langsung 21-16, 21-9 dalam final tunggal dewasa putra Kejurnas PBSI 2019 Divisi II di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (28/11/2019).

Kekalahan ini cukup mengejutkan. Ini dikarenakan Aldo tengah onfire. Dia baru saja merajai tunggal putra di level Jawa Timur. Atlet kelahiran Tuban 21 tahun lalu tersebut baru menjadi juara di ajang Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) dan Kejuaraan Provinsi (Kejurprov).

Selain itu, Aldo juga mempunyai ranking dunia. Tepatnya 835. Sedangkan Yahya belum punya peringkat internasional. Hanya, dia pernah mengukir prestasi yang membuat lagu Indonesia Raya berkumandang. Bukan hanya sekali tapi dua kali yakni pada Pekan Olahraga Pelajar Asia Tenggara.

Menariknya, Yahya dan Aldo pernah bernaung di klub yang sama, Pratama Surabaya. Saat Aldo pindah, mereka juga dinaungi manajemen satu atap, Sakura Management. Tapi kini tinggal Aldo yang bertahan di management milik Ade Dharma tersebut.

Yahya dan Aldo harus berlaga di Divisi II karena peringkat mereka yang di luar 30 besar. Di Divisi I Jatim hanya diwakili Winda Puji di tunggal putri dan pasangan ganda campuran Syarizal/Syahrozi. Sayang langkah mereka terhenti di babak II. (*)

Chicko Sudah Terhenti di Semifinal

Chico Aura Wardoyo gagal lolos final (foto: PBSI)

STATUS Chico Aura Wardoyo unggulan teratas tunggal putra dalam Kejurnas PBSI 2019. Levelnya pun di Divisi I. Artinya, dia menjadi kandidat kuat meraih juara dalam ajang yang dilaksanakan di Palembang, Sumatera Selatan.

Secara pengalaman, Chico juga paling banyak di antara lawan-lawannya.Tapi, di lapangan itu bukan jaminan. Secara mengejutkan, pebulu tangkis yang membela DKI Jakarta ini dikalahkan rekan sedaerahnya sendiri, Christian Adinata, dengan dua game langsung 25-23, 21-12.

Ini membuat Christian akan berjumpa dengan rekannya sendiri, yang juga sama-sama digembleng di Pelatnas Cipayung, Gatjra Piliang Fiqihilahi Cupu. Di semifinal, Gatjra, yang juga membela DKI Jakarta, dipaksa tampil tiga game 21-17, 18-21, 21-12 oleh atlet ibu kota lainnya, Karono.

Sejak babak semifinal, DKI Jakarta memang sudah memastikan meraih juara tunggal putra. Empat semifinal berasal dari daerah terpadat penduduknya di Indonesia tersebut.

Gatja sendiri sebenarnya beridentitas penduduk Jawa Timur. Dia tercatat membela provinsi paling timur Pulau Jawa tersebut dalam Kualifikasi Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 yang dilaksanakan di Surabaya pada awal November lalu.

Di Divisi I ini, Jawa Timur tak menempatkan pebulu tangkisnya di sektor tunggal putra.Alasannya, taka da satu pun atletnya yang mampu menembus peringkat 30 dunia nasional. (*)

Dua Tunggal Putra Berebut Juara Divisi II


DOMINASI Jatim di Divisi II Kejurnas PBSI 2019 terlihat. Khususnya di nomor paling bergengsi, tunggal putra.

Dua jagoan provinsi paling timur Pulau Jawa tersebut, Nur Yahya Ady Velani dan Aldo Purnomo, bertemu pada partai final yang dilaksanakan di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (28/11/2019). Ini setelah keduanya mampu mengalahkan lawan-lawannya.

Yahya, sapaan karib Nur Yahya Ady Velani, yang diunggulkan di posisi teratas, menang dua game langsung 21-14, 21-9 atas Surya Purnamasidi dari Kalimantan Timur. Sedangkan Aldo, yang diunggulkan di posisi kedua, juga menang straight game 21-18, 21-15 atas Wahyu Triansyah dari Sumatera Selatan.

Meski sama-sama dari satu provinsi, tapi laga final diprediksi bakal berlangsung sengit. Yahya dan Aldo sudah saling memahami dan mengerti karakter bermain lawan-lawannya. Ini dikarenakan keduanya pernah ditangani pelatih yang sama, Irwansyah, dan di klub yang sama, Pratama Surabaya. Hanya, sekarang Aldo sudah pindah ke PB Sakura.

Menariknya, meski berbeda klub, Yahya dan Aldo pernah dinaungi manajemen yang sama, Sakura Management, yang dipimpin Ade Dharma. Sayang, Yahya sekarang sudah tak berada di manajemen yang berpusat di Perumahan Sakura, Ketintang, tersebut.

Memang tak dipungkiri bahwa berada di Divisi II membuat Jatim susah dibendung. Kualitas dan kemampuan pebulu tangkisnya masih di atas wakil daerah lain. Hanya di Divisi II ini ada nama yang pernah menjadi penghuni Pelatnas Cipayung yakni M. Bayu Pangisthu. Mantan pebulu tangkis binaan Djarum Kudus tersebut kini membela Sumatera Utara. (*)