WHAT’S HOT NOW

ads header

News

Gambar tema oleh kelvinjay. Diberdayakan oleh Blogger.

Sosok

Kabar Dari Manca

Sambang Klub

Kalah Tangguh dari Unggulan Teratas

Della Destiara Haris/Rosyita Eka Putri (foto; PBSI)
PUPUS sudah asa menempatkan Indonesia di babak final turnamen grand prix gold, Tiongkok Masters 2016. Satu-satunya wakil yang tersisa, pasangan ganda putri Della Destiara Haris/Rosyita Eka Putri terhenti langkahnya di babak semifinal.

Keduanya menyerah kepada wakil tuan rumah yang juga unggulan teratas Luo Ying/Luo Yu dengan dua game langsung 9-21, 11-21. Pertarungan Della/Rosyita melawan andalan Negeri Panda, julukan Tiongkok, tersebut memakan waktu 41 menit.rekan sebenaranya sendiri

Di babak final, duo Luo akan berhadapan dengan rekannya sendiri Chen Qingchen/Jia Yifan, yang menang atas rekannya sendiri Huang Dongping/Zhon Qianxin dengan 21-13, 3-4. Di game kedua tak dilanjutkan setelah Huang/Zhon memilih tak melanjutkan pertandingan.

Sebenarnya, lolos ke semifinal turnamen berhadiah total USD 150 ribu tersebut sudah menjadi capaian tersendiri bagi Della/Rosyita. Mereka datang dengan status nonunggulan.  

Sejak kali pertama Tiongkok Masters dilaksanakan pada 2005, baru sekali wakil Indonesia menjadi juara ganda putri. Itu dilakukan oleh Vita Marissa/Liliyana Natsir pada 2007.

Selama 2016, Della/Rosyita sudah beberapa kali mendapat kepercayaan berlaga di berbagai turnamen. Tapi, baru di Tiongkok, keduanya mampu menembus babak semifinal. (*)

Agenda final Tiongkok Masters 2016

Ganda campuran: Xu Chen/Ma Jin (Tiongkok x1) v Zheng Siwei/Chen Qingchen (Tiongkok x7)

Tunggal putri: Li Xuerui (Tiongkok x1) v Sun Yu (Tiongkok x5)

Tunggal putra: Chen Long (Tiongkok x1) v Lin Dan (Tiongkok x2)

Ganda putri: Luo Ying/Luo Yu (Tiongkok x1) v Chen Qingchen/Jia Yifan (Tiongkok)

Ganda putra: Lee Yong-dae/Yoo Yeon-seong (Korsel x1) v Kim Gi-jung/Kim Sa-rang (Korsel x3)

x=unggulan

Tim Kualifikasi Asia Dibubarkan

TERPENTAL: Rian Agung/Berry Anggriawan (foto:PBSI)
TIM Kualifikasi Asia Piala Thomas dan Uber 2016 melakukan makan malam bersama di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Jumat (22/4). Acara ini dilakukan dalam rangka pembubaran tim dan dihadiri oleh atlet putra dan putri yang turun bertanding di Hyderabad, India, pada Februari lalu, pelatih, serta ofisial.

Acara dibuka dengan sambutan dari Chief de Mission Tim Indonesia Achmad Budiharto. Hasil positif Tim Thomas lalu diharapkan Budi, sapaan karib Achmad Budiharto,, bisa diteruskan pada pertandingan Piala Thomas di Kunshan, Tiongkok, pada 15-22 Mei  mendatang. Selain itu tim Uber juga diharapkan bisa termotivasi untuk memetik hasil maksimal.

 “Malam ini secara resmi Tim Kualifikasi Asia Piala Thomas dan Uber 2016 dibubarkan. Kami berhasil membawa hasil yang baik dari Hyderabad lalu dengan kemenangan Tim Thomas. Semoga di Kunshan nanti, hasil terbaik juga bisa kami peroleh.Semoga Tim Uber juga terus termotivasi untuk memperoleh hasil maksimal,” ucap Budi seperti dikutip dari media PBSI.

 Tim Thomas pada kualifikasi Asia berhasil menduduki peringkat pertama setelah mengalahkan Jepang. Sementara Tim Uber harus terhenti di perempat final, usai kalah dari Tiongkok.

Tim Piala Thomas dan Uber nanti nyaris tak mengalami perubahan. Hanya di sektor putra, pasangan Markus Fernaldi/Kevin Sanjaya masuk menggantikan Rian Agung Saputro/Berry Anggriawan.

Sejak 2002, Piala Thomas terbang dari Indonesia. Sedangkan Indonesia kali terakhir mengangkat Piala Uber pada 1996. (*)

Terjepit di Antara Pasangan Tiongkok

TERHENTI: Tiara Rosalia/Rizky Amelia Pradipta (foto: PBSI)
TIONGKOK jadi tempat yang mengerikan bagi banyak pebulu tangkis. Negeri terpadat penduduknya itu mempunyai segudang atlet olahraga tepok bulu angsa dengan kemampuan tinggi.

Jarang pebulu tangkis negara lain yang bisa berjaya di Tiongkok. Jalan itu pun coba dirintis oleh pasangan ganda putri Della Destiara Haris/Rosyita Eka Putri Sari.

 Kini, langkah keduanya sudah sampai babak semifinal Tiongkok Masters 2016. Sayang, dua wakil lainnya, Tiara Rosalia Nuraidah/Rizki Amelia Pradipta di ganda putri dan pasangan ganda putra Muhammad Rian Ardianto/Fajar Alfian terhenti di perempat final.

Tiara/Rizki dikalahkan Chan Qingchen/Jia Yifan Tiongkok, 21-11, 12-21,  9-21 dalam pertandingan yang dilaksanakan di Jiangsu pada Kamis waktu setempat (22/4/2016). Sementara Rian/Fajar dihentikan unggulan satu asal Korea Selatan, Lee Yong-dae/Yoo Yeon-seong 13-21, 21-23.

 Della/Rosyita, yang datang tanpa status unggulan, melaju usai mengalahkan Yuki Fukushima/Sayaka Hirota dari Jepang. Pasangan asasl Pelatnas Cipayung tersebut menang 12-21, 25-23, 21-18 dalam waktu 68 menit.

 “Di game pertama, kami masih bingung mau main kaya gimana. Tapi, di game kedua, kami sudah menemukan cara main,'' ujar Rosyita seperti dikutip dari media PBSI.

Di semifinal, Della/Rosyita akan berhadapan dengan unggulan pertama, Luo Ying/Luo Yu, Tiongkok. Ini akan menjadi pertemuan pertama bagi mereka di lapangan.

 “Kami mau main menerapkan pola kami dulu. Kami harus mengantisipasi serangan beruntun mereka,” ungkap Della.

Della/Rosyita juga merupakan pasangan non-Tiongkok di nomor ganda putri. Semifinal lain mempertemukan Chen Qingchen/Jia Yian dengan Huang Dongping/Zhong Qianxin. (*)

Pertemuan Pertama yang Sangat Berat

MASA DEPAN: Fajar Alfian/Rian Ardianto (foto;PBSI)
SUDAH dua tahun Fajar Alfian dan Rian Ardianto dipasangkan. Tapi, hanya gelar di ajang challenge, Indonesia Open 2014,  yang mampu diraih.

Pada 2015, keduanya sempat menjadi sorotan.  Fajar/Rian sukses menembus final super series, Selandia Baru Open.

Tapi, langkahnya dihentikan pasangan Tiongkok Huang Kaixiang/Zheng Siwei dengan 21-16, 17-21, 9-21. Setelah itu, tak ada yang bisa dibanggakan dari Fajar/Rian.

Bahkan, pamornya kalah oleh pasangan anyar Markus 'Sinyo' Fernaldi./Kevin Sanjaya. Status pasangan lapis II pun harus diterima Fajar/Rian.

Di 2016 pun, PBSI baru memberikan kesempatan keduanya dua kali turun. Di Selandia Baru Super Series 2016 dan Tiongkok Masters Grand Pri Gold 2016.

Di Negeri Kiwi, keduanya hanya mampu bertahan hingga babak Ii. Artinya, Fajar/Rian tak bisa mengulangi capaian tahun sebelumnya.

Sedangkan di Tiongkok Masters, keduanya masih bertahan. Langkahnya sudah sampai ke babak perempat final turnamen yang menyediakan hadiah total USD 150 ribu tersebut.

Tiket itu diperoleh usai mengalahkan pasangan campuran Belanda-Prancis Ruud Bosch/Oliver Leydon-Davis dengan 21-19, 21-15 dalam pertandingan yang dilaksanakan Kamis waktu setempat (21/4/2016) di Olympic Sports Center Xincheng Gymnasium, Jiangsu. Tapi, untuk bisa menembus semifinal layaknya harus dipendam.

Fajar/Rian bertemu dengan unggulan teratas asal Korea Selatan Lee Yong-dae/Yoo Yeon-seong. Pasangan nomor satu dunia tersebut lolos berkat kemenangan 21-18, 21-12 atas Jhe-Huei Lee/Yang Lee (Taiwan).

Ini menjadi pertemuan pertama Fajar/Rian dengan ganda tangguh Negeri Ginseng, julukan Korea Selatan, tersebut. Jika kalah, tumpas sudah harapan Indonesia membawa pulang gelar dari nomor ganda putra.

Sebab, Fajar/Rian merupakan satu-satunya wakil merah putih yang masih tersisa.Di Tiongkok Masters 2016, selain Fajar/Rian, Indoesia juga mengirimkan Wahyu Nayaka/Hardianto yang langsung tersingkir di babak I. (*)

Sempat Membuka hingga Lembar Kelima

Sony mendapat ucapan selamat dari pengurus PBSI Jatim Bayu Wira
Tidak semua pebulu tangkis memperhatikan ranking dunia. Tapi, Sony Dwi Kuncoro lain. Dia selalu menyempatkan waktu melongkok posisinya di antara para atlet olahraga tepok bulu.
--

WAKTU seorang atlet banyak dihabiskan untuk berlatih dan bertanding. Bangun tidur hingga mau tidur lagi, ribuan bulir keringat dikeluarkannya demi tujuan untuk berprestasi.

Ini membuat mereka tak sempat melakukan aktivitas lain. Alasannya, energi sudah terkuras demi tujuan mengangkat nama di olahraga yang ditekuni.

Hanya  seorang Sony Dwi Kuncoro lain. Dia selalu menyempatkan waktunya beberapa menit memantau posisinya di belantara ranking pebulu tangkis dunia.

Menariknya, suka duka pernah dilakoni. Dari lembar pertama hingga sempat berada di lembaran kelima dan ke bawahnya lagi.

''Pas di Pelatnas kan pas buka sudah langsung bisa ditemukan. Ranking saya kan tak pernah jauh dari 25 besar dunia,'' kata Sony.

Semua itu karena penampilannya yang selalu berbuah prestasi. Sehingga poin yang dikumpulkannya selalu banyak.

Bahkan, saat didepak dari Pelatnas Cipayung pada pertengahan 2014, posisinya masih betrada di 20 besar dunia. Sayang, posisi tersebut tak bisa bertahan lama.

Kekecewaan tak lagi di pelatnas ditambah cedera membuat Sony absen lama dari berbagai turnamen. Imbaasnya, ranking dunianya pun turun drastis.

''Saya pernah terlempar dari 100 besar dunia karena lama gak tampil,'' ujar Sonya.

Akibatnya, dia tak lagi langsung bisa melihat posisinya di halaman pertama situs milik BWF (Federasi Bulu Tangkis Dunia). Sony harus bersussah payah mencari rankingnya.

''Pernah saya menemukannya di halalaman kelima karena sudah 120-an dunia. Sedih kalau mengingat saat itu,'' ungkapnya.

Hanya, Sony tak mau patah semangat. Dia tetap berlatih dan terus berlatih.

Tujuannya satu, memperbaiki penampilan. Sehingga prestasi bisa kembali diraih.

''Gelar internasional pun datang lagi. Meski hanya di level challenge saat Indonesia Challenge pada 2015 di Surabaya,'' kenang Sony.

Setelah itu, dia mampu membawa pulang gelar yang lebih tinggi yakni Taiwan Grand Prix Gold 2015. Capaian itu membuat suami dari Gading Safitri tersebut menembus 100 besar.

Kini, Sony pun tak perlu susah payah membuka ranking di situs BWF. Rankingnya sudah di lembar kedua tepatnya di 37 dunia. (*)

Jadi Naik 19 Peringkat

LOMPAT: Sony saat di Bandara Internasional Juanda
AMBISI Sony Dwi Kuncoro menembus 10 besar terus bergelora. Asa itu terus dipelihara.

Apalagi, kini, ranking yang dimilikinya semakin mendekat. Dalam ranking terbaru yang dikeluarkan BWF (Federasi Bulu Tangkis Dunia) pada 21 April 2016, Sony mengalami lonjakan yang sangat signifikan.

Bapak dua putri tersebut duduk di posisi 37 dunia. Ini naik 19 setrip dibandingkan rankingnya pekan lalu.

''Saya tak menduga bisa masuk 40 besar. Prediksi saya, paling ada di 43 dunia,'' kata Sony melalui pesan singkat.

Capaian tersebut tak lepas dari hasil yang diraihnya pada Singapura Super Series. Dalam turnamen yang menyediakan hadiah total USD 350 ribu tersebut, mantan tunggal putra terbaik Indonesia tersebut mampu menjadi juara.

Padahal, Sony memulai langkahnya di Negeri Singa, julukan Singapura, dari babak kualifikasi. Tapi, satu demi satu lawan-lawan berat mampu dikalahkan.

Di antaranya sesama pebulu tangkis Indonesia Anthony Ginting, Wang Zhengming dan Lin Dan yang berasal dari Tiongkok. Puncaknya, di babak final, Sony menjungkalkan wakil Korea Selatan Son Wan-ho.

Sebenarnya, ranking 39 dunia bukan ranking terbaiknya. Tiga tahun lalu, Sony sempat menembus empat besar dunia.

Sayang, cedera yang terus membekap membuat performannya terus menurun. Dia pun sempat terlempar dari 100 besar dunia. (*) 

Penyakit Riky/Richi Kambuh

RIKY Widianto/Richi Dili sempat memberikan harapan. Keduanya mampu menembus semifinal India Super Series 2016.

Meski, sebenarnya, peluang lolos ke final pun terbuka. Tapi, langkah Riky/Richi dihentikan oleh Bodin Issara/Savitree Amitrapai 21-18, 13-21, 7-21.

Namun, seperti mengulangi cerita sebelum-sebelumnya, keduanya kembali menjadi langganan tumbang di babak awal. Setelah itu, RikyRichi tumbang di babak I Malaysia Super Series 2016 usai dihentikan wakil tuan rumah Chan Peng Soon/Goh Liu Ying 15-21, 18-21.

Nah, kejadian di negeri jiran pun terjadi di Tiongkok Masters Grand Prix Gold 2016. Dalam ajang berhadiah total USD 150 ribu tersebut, pasangan gemblengan Pelatnas Cipayung tersebut tersungkur di penampilan perdana.

RikyRichi menyerah tiga game kepada pasangan Malaysia lainnya, Tan Kian Meng/Lai Pei Jing dengan 21-15, 18-21, 11-21 dalam pertandingan yang dilaksanakan di Jiangshu pada Rabu waktu setempat (20/42016).

Secara rangking, seharusnya wakil merah putih tersebut tak perlu kalah. Kian Meng/Pei Jing hanya berada di posisi 66 dunia. Sementara RikyRichi di posisi 20 besar.

Bahkan, sebelumnya, mereka sempat ada di posisi 8 dunia. Sayang, labilnya penampilan membuat ranking RikyRichi menurun.

Tumbangnya Riky/Richi juga diikuti oleh Edi SubaktiarGloria Emanuelle Widjaja. Unggulan kedelapan tersebut kalah 21-10, 19-21, 14-21 kepada Liao Min Chun/Chen Hsiao Huan dari Taiwan.

Di babak kedua Tiongkok  Masters 2016 nomor ganda campuran, Indonesia tinggal menyisakan Hafiz Faisal/Shella Devi Aulia yang menghentikan perlawanan Lee Jhe-Huei/Wu Ti Jung (Taiwan) dengan 21-15, 21-15. Hanya, untuk lolos ke babak perempat final butuh perjuangan ekstrakeras.

Mereka akan menantang unggulan teratas Xu Chen/Ma Jin. Di babak I, keduanya menundukkan Bodin Issara/Savitree dengan 21-16, 21-14. (*)

Lapis II Cukup Babak II

TUNGGAL putra pelapis di Pelatnas Cipayung tampil mengecewakan. Mereka hanya sampai babak II dalam Tiongkok Grand Masters Prix Gold 2016.

Firman Abdul Kholik, Muhammad Bayu Pangistu, dan Fikri Ihsandi Hadmadi harus menyerah atas lawan-lawannya dalam pertandingan yang dilaksanakan di Wuhan Sports Center Gymnasium, Wuhan, pada Rabu waktu setempat.

Firman harus mengakui ketangguhan Guangzu Lu dengan dua game langsung 21-15, 22-20. Ini merupakan pertemuan perdananya dengan wakil tuan rumah tersebut.

Sementara, Bayu, sapaan karib Muhammad Bayu Pangisthu, harus mengakui ketangguhan unggulan ke-12 asal Thailand Tanongsak Saensomboonsuk dengan straight game 21-10, 21-12. Sebelumnya, pebulu tangkis asal Djarum tersebut juga belum pernah berjumpa dengan Tanongsak.

Sedangkan Fikri tak berdaya di tangan Lin Yu Hsien dari Taiwan. Dia takluk dua game langsung 21-11, 22-20.

Sepanjang sejarah Tiongkok Masters yang mulai bergulir 2005, hanya Sony Dwi Kuncoro yang bisa baik ke podium juara. Arek Suroboyo tersebut mengalahkan jagoan Negeri Tembok Raksasa, julukan Tiongkok, Chen Jin dengan 21-19, 21-18.

Pada 2015, posisi terhormat ditempati Wang Zhengming dari Tiongkok. Di final, dia mengalahkan rekannya sendiri Huang Yuxiang dengan 22-20, 21-19.Saat itu, Indonesia hanya diwakili Sony.Sayang, dia menyerah di babak kedua.

Para tunggal utama seperti Tommy Sugiarto, Ihsan Maulana Mustofa, Anthony Ginting, dan Jonatan Christie juga ke Tiongkok. Hanya, mereka baru datang pekan depan untuk berlaga dalam Kejuaraan Asia 2016.(*)

Sakitnya Dibuang dari Pelatnas

BUKTI: Sony dengan trofi juara Singapura Open
Kejadian itu sudah hampir dua tahun. Tapi, kenyataan pahit itu belum hilang dari ingatan Sony Dwi Kuncoro. Berikut petikan wawancara dengan juara tunggal putra Singapura Super Series 2016 tersebut.

-Selamat Anda menjadi juara Singapura Super Series 2016
Terima kasih

-Bagaimana perasaannya
Sangat senang karena ini  menjadi hal yang luar biasa. Sampai sekarang, saya masih gak percaya kalau bisa juara di turnamen sekelas super series.

Kok gak percaya
-Iya karena kan saya memulai dari kualifikasi. Selain itu, pebulu tangkis yang ikut kan rankingnya bagus-bagus dan saya juga baru tiga kali bisa ikut lagi turnamen level super series.

Kemenangan yang berkesan saat menghadapi siapa
-Semua berkesan karena melalui perjuangan keras. Hampir semua pernah mengalahkan saya. Mulai dari (Anthony) Ginting, Wang Zhengming, Lin Dan, dan Shon wan-ho. Hanya melawan Lin Dan yang membuat saya susah tidur

-Kenapa
Saya masih merasa mimpi bisa menang atas dia. Apalagi, di game pertama menangnya sangat mudah. Setelah pertandingan, saya nggak bisa tidur entah senang sekali atau kecapekan.

-Masih ingin kembali ke Pelatnas Cipayung
Saya nggak mikir ke sana.

-Bagaimana mana Anda melihat Pelatnas Cipayung
Tempat yang menempa saya menjadi pebulu tangkis dunia. Tapi, saya juga pernah kecewa di sana

-Kenapa kecewa
Proses pemulangan saya sungguh menyakitkan. Saat saya cedera malah dibuang dengan alasan yang dibuat saya dicoret

-Bagaimana ceritanya
Pada 2014 saya kan cedera. Tapi, saya dipaksa main di simulasi Piala Thomas di Solo. Pengurus bilang sudah lah main biasa saja. Main pukul dan kembalikan dan jangan memaksakan kondisi. Simukasi itu bukan ajang penilaian untuk berada di sana.Tapi nyatanya, simulasi dijadikan pertimbangan utama. Kalau tahu gitu, saya paksanakan sampai kaki patah untuk bisa menang di sana. (dalam simulasi itu, Sony dikalahkan Ihsan Maulana Mustofa)

Target Anda sekarang
-Saya ingin masuk 10 besar dunia dan meraih gelar di berbagai turnamen bergengsi. Doakan. (*)

Susun Program Khusus buat Sony

FAMILY: Sony, Gading, dan dua putrinya
Usai terpental dari Pelatnas Cipayung, banyak yang memprediksi Sony Dwi Kuncoro sudah habis. Tapi, di tangannya, dia mampu bangkit dan kembali seperti di masa jaya. Siapa sosok di balik sukses itu
--
RAMBUTNYA terurai sebahu. Warnanya pun dicat pirang.

Tapi, jangan salah sangka dia bukan seorang artis atau model. Ya, Gading Safitri sekarang bukan hanya berstatus sebagai ibu rumah tangga.

Kini, perempuan lulusan Universitas Airlangga, Surabaya, tersebut menjadi pelatih bagi sang suami Sony Dwi Kuncoro. Meski belum pernah merasakan jadi atlet nasional, tapi sentuhan dan polesannya mampu membuat Sony kembali diperhitungkan.

Sejak keluar dari Pelatnas Cipayung pada 2014, sang suami sudah mengoleksi tiga gelar internasional yakni Indonesia Challenge 2015, Taiwan Grand Prix Gold 2015, dan yang sensasional Singapura Super Series 2016.

''Sony itu seperti mutiara. Tinggal dioles saja sudah menjadi bagus lagi,'' kata Gading.

Hanya, dia mengakui untuk memolesnya tersebut bukan hal yang mudah. Perempuan kelahiran 1 Juli 1983 tersebut butuh kesabaran untuk mengembalikan kepercayaan diri Sony usai dicoret dari Pelatnas Cipayung.

''Awalnya, Sony malas untuk melakukan apap pun. Dia masih nggak percaya harus meninggalkan Pelatnas Cipayung,'' ungkap Gading.

Imbasnya, penampilannya pun tak optimal. Bahkan, dalam sebuah ajang sirkuit nasional (sirnas), Sony kalah oleh lawan yang seharusnya dengan mudah bisa dikalahkannya.

''Psikologisnya yang kena. Semua teknik yang dmiliki bisa hilang,'' lanjut Gading.

Belahan tapi pasti, semangat Sony pun kembali bangkit. Meski untuk itu butuh hitungan bulan bukan lagi hari. Gading pun sudah mulai menyusun program latihan guna mengangkat kembali performa dan prestasi sang suami.

''Tapi, saya punya program sendiri dan Sony juga punya punya sendiri. Setiap hari saya tawarkan dia ikut program saya apa nggak,'' ungkap ibu dia putri tersebut.

Jika Sony memakai programnya sendiri, dia harus rela mengalah. Namun, jika program Gading yang dipakai, lelaki yang dibesarkan oleh Wima dan Suryanaga tersebut harus siap digenjot habis-habisan.

''Enaknya, Sony tak pernah bilang tidak bisa. Dia selali yakin bisa untuk meraih apa yang diinginkan,'' lanjut Gading.

Kini, setelah mampu mengantarkan Sony kembali ke prestasi, Gading tetap akan mendampingi sang suami. Apalagi, dia masih yakin Sony bisa menjadi pebulu tangkis papan atas dunia.

Dia akan menularkan ilmu kepada pebulu tangkis yang bergabung ke akademi yang bakal didirikan nanti. Hanya, itu masih menunggu gedung yang kini tengah dibangun di Surabaya Barat.

Selain itu, dua anak putri, Divya Amanta Kuncoro dan Naraya Aisha Kuncoro, diharapkan menjadi penerus sang ayah. Gading ingin menangani kedua buah hatinya tersebut dari awal. (*)

Bonek pun Ikut Menyambut

PERHATIAN: Bonek menyiapkan sambutan buat Sony
Keberhasilan Sony Dwi Kuncoro menjadi juara di Singapura Super Series 2016 menyentak banyak pihak. Keika datang, banyak yang mengeluk-elukan.
-
SUARA drum begitu terdengar keras di gate kedatangan Bandara Juanda Surabaya di Sidoarjo, Jatim, pada Selasa (1942016). Beberapa orang yang mengenakan kaos hijau pun menyanyi tentang lagu-lagu di sepak bola.

Ya, mereka adalah Bonek, sebutan bagi pendukung tim sepak bola Persebaya Surabaya. Namun, kedatangan mereka ke Bandara Juanda bukan untuk menyambut tim pujaannya datang.

Salah satu suporter militan di sepak bola menunggu kedatangan Sony Dwi Kuncoro. Mereka perlu memberikan sambutan kepada lelaki 32 tahun tersebut yang ikut mengharumkan nama Surabaya di kancah internasional dengan menjuarai kejuaraan Singapura Super Series 2016.

Selain Sony, insan bulu tangkis Jawa Timur pun juga menunggu kedatangan Sony. Mereka terdiri dari pengurus Pengprov PBSI Jatim, Pengurus Pemkot Surabaya, dan Dispora Jawa Timur. Ada juga keluarga Sony seperti sang ayah Sumadji dan istri.

Pukul 14.15 WIB, Sony keluar dari pintu. Dia pun langsung diarahkan ke Bonek dan insan bulu tangkis yang berada di dekat pintuk keberangkatan.

Mantan penghuni Pelatnas Cipayung itu mendapat kalungan bunga dari Ketua Umum Pengprov PBSI Jatim Wijanarko Adi Mulya, Ketua Pemkot PBSI Surabaya Bayu Wira, dan Kepala Dispora Jatim Suprastowo.

''Ini sebagai bentuk penghargaan kami atas prestasi yang diraih Sony. Dia mampu membuat Jawa Timur bangga,'' kata Wijar, sapaan karib Wijanarko Adi Mulya.

Bagi PBSI Jatim, sukses yang diraih mantan tunggal putra terbaik Indonesia tersebut diharapkan mampu memacu semangat pebulu tangkis muda di Jawa Timur. Bahwa dengan berlatih di daerah, mereka tetap bisa meraih prestasi internasional.

''Sehingga, mereka bisa menggantikan Sony dalam lima tahun ke depan,'' ujar mantan manajer Jawa Timur di :PON 2012 tersebut.

Ya, capaian Sony termasuk sensasional. Dia bukanlah unggulan di Singapura Super Series 2016.

Bahkan, lelaki yang kini bernaung di Tjakrindo Masters  Surabaya tersebut harus memulai langkahnya di turnamen berhadiah total USD 350 ribu tersebut dari babak kualifikasi. Tapi, siapa sangka, sabetan raketnya selalu memakan korban.

Anthony Ginting yang dua kali mempermalukannya disikat, Wang Zhengming asal Tiongkok yang selalu mengalahkan dibabat habis.

Di semifinal, sang legenda asal Negeri Panda, julukan Tiongkok, Lin Dan dibuat Sony terkaget-kaget dan menyerah. Puncaknya, Son Wan-ho, tunggal nomor satu Korea Selatan, dibuatnya harus puas sebagai runner-up.

Cedera yang membuatnya didepak dari Cipayung seolah tak ada bebas. Kini, saatnya Sony kembali mengincar gelar-gelar bergengsi lain. (*)

Masih Bisa hingga Dua Tahun ke Depan

Sony (kanan) dan Son Wan-ho (foto;PBSI)
Usia Sony Dwi Kuncoro memang sudah tak muda lagi. Pada 2016 ini, dia menginjak 32.

Sebuah usia yang sering disebut melewati masa prestasi.Tapi, bagi Koko Pambudi, ketua Binpres Pengprov PBSI Jatim, Sony masih bisa bersinar. Berikut petikan wawancara dengan Koko.

-Selamat pagi
Selamat pagi. Siap ..

Boleh bicara tentang Sony Dwi Kuncoro yang baru saja menjadi juara di Singapura Open?
-Boleh. Apa yang bisa saya bantu

-Bagaimana Anda menilai penampilan Sony? Ini karena Anda termasuk sosok yang selalu mengawasi latihan dia di GOR Sudirman, Surabaya
Secara mental dan kepercayaan diri dia sudah baik. Memang butuh proses dan adaptasi dulu pasca dari Cipayung
(Sejak 2014, Sony terpental dari kawasan yang terkenal sebagai tempat Pelatnas PP PBSI itu)
Sebenarnya, bukan saya yang berperan besar tapi istrinya (Gading Safitri) yang menjadi pelatihnya.Kami dari PBSI Jatim memberikan support. Malah Ketum (Wijanarjo Adi Mulya) yang sering jadi sparringnya ha ha ha

-Tapi, Anda sering dimintai nasihat?
Iya karena memang tugas saya selaku Binpres PBSI Jatim.

-Anda masih optimistis Sony bisa berprestasi dan meraih gelar yang banyak lagi?
Insya Allah masih bisa hingga dua tahun ke depan.

Alasannya?
-Kendalanya kemarin kan di cederanya. Dengan prestasi di Singapura ini, motivasi dan kepercayaan diri bakal jauh lebih tinggi. Ini menjadi modal yang berharga bagi Sony.

-Anda yakin cederanya sudah sembuh?
Insya Allah sudah gak ada masalah.

-Apa yang bisa Anda petik dengan sukses Sony di Singapura Open
Sony bisa menjadi inspirasi buat atlet muda di Jatim atau PPLP (Pusat Pendidikan dan Pelalatihan Pelajar) Jatim maupun pelatnas. Semua bisa kalau punya kemauan yang kuat. Ini juga menjadi moment yang langka. (*)

Jangan Bicara Cedera Lagi

Sony dengan bendera merah putih (foto;PBSI)
CEDERA punggung sempat jadi momok bagi Sony Dwi Kuncoro. Prestasinya yang bersinar terang saat berada di Pelatnas Cipayung di dekade 2000-an tiba-tiba redup.

Padahal, sebelumnya,seabrek gelar bergengsi mampu diraihnya. Juara Asia tiga kali digapai pada 2002, 2003, dan 2005. Di 2004, pebulu tangkis yang dibesarkan di Wima, Surabaya, tersebut menembus final.

Semifinalis Kejuaraan Dunia dilewati pada 2007 dan 2009. Hanya, dia belum bisas menjadi juara.  Pada 2007, dia menembus final dan 2009 terhenti di empat besar. 

Belum lagi emas dalam dua kali SEA Games atau pesta olahraga negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada 2003 dan 2005.  Yang sensional dan akan selalu dikenang tentu sumbangan medali perungg dalam Olimpiade Athena 2004.

Sayang, setelah memasuki era 2010, cedera mulai membekap. Dia harus rela absen di berbagai ajang untuk pemulihan.

Hingga klimaknya, pada 2014, Sony terpental dari Pelatnas Cipayung, sebuah tempat yang lebih 10 tahun menjadi tempatnya digembleng. Penampilan di simulasi Piala Thomas di Solo, Jawa Tengah, menjadi cacatan untuk menjatuhkan vonis kepadanya untuk angkat koper.

''Sekarang, jangan bicara cedera pungung lagi. Sekarang bicara prestasi usai menjadi juara Singapura Open,'' kata Sony usai menjadi juara Singapura Open.

Pada ajang berhadiah total USD 350 ribu tersebut, lelaki 32 tahun tersebut mampu menjadi juara. Dalam final yang dilaksanakan di Singapore Indoor Stadium pada Minggu (16/4/2016), dia mengalahkan Son Wan-ho dari Singapura dengan rubber game 21-16, 13-21, 21-14. (*)

Awal Mengejar Gelar Bergengsi Lain

Rasa syukur Sony usai menang di final (foto:PBSI)
SONY Dwi Kuncoro kembali jadi perbincangan. Ini menyusul suksesnya menjadi juara tunggal putra dalam Singapura Super Series 2016.

Dalam final yang dilaksanakan di Singapore Indoor Stadium pada Minggu waktu setempat (17/4/2016), arek Suroboyo tersebut mengalahkan wakil Korea Selatan Son Wan-ho dengan rubber game 21-16, 13-21, 21-14.

Ini menjadi kemenangan kedua Sony atas tunggal putra terbaik saat ini Negeri Ginseng, julukan Korea Selatan, tersebut. Sebelumnya, bapak dua putri tersebut sudah saling mengalahkan.

Sony menang dalam perjumpaan perdana di Korea Open 2007 dengan 21-18, 21-16. Tapi, dia menyerah 16-21, 21-19, 19-21 di Taiwan Open 2010.

Gelar di Negeri Singa, julukan Singapura, ini merupakan kali kedua bagi suami Gading Safitri tersebut. Dia pernah melakukannya pada 2010.

Saat itu, di babak pemungkas, Sony menundukkan Boonsak Ponsana dari Thailand dengan dua game langsung 21-16, 21-16. Pada 2010, Sony menempati unggulan ketujuh.

Kondisi tersebut jauh beda dengan 2016. Saat ini, dia bukan lagi unggulan.

Bahkan, dalam turnamen yang menyediakan hadiah total USD 350 ribu tersebut, Sony harus memulai perjuangannya dari babak kualifikasi.

Sebab, ranking yang dimiliki saat mendaftar belum cukup untuk masuk ke babak utama. Ya, usai terpental dari Pelatnas Cipayung dua tahun lalu dan cedera yang membekap, ranking Sony menurun drastis.

Pernah di empat besar, dia terjun bebas hingga ke luar dari 100 besar. Pelan tapi pasti, dia kembali turun ke berbagai ajang.

Tumbang di babak awal sudah menjadi langganan baginya. Hanya, itu tak membuat Sony patah semangat.

Tercatat hanya ajang kecil, Indonesia Challenge 2015 dan Taiwan Grand Prix Gold 2015 yang diraihnya. Namun, bagi Sony, itu sudah sangat membantu untuk mengangkat kembali semangat dan rankingnya.

''Saya ingin gelar juara ini bisa menjadi awal untuk meraih gelar-gelar bergengsi lain,'' kata lelaki 32 tahun tersebut usai pertandingan final. (*) 

Strategi Ibu Rumah Tangga Kalahkan Juara Dunia

Sony bersama sang istri, Gading Safitri (foto; twitter)
STATUS Xie Xuanze cukup mentereng. Dia merupakan mantan pebulu tangkis tunggal putra nomor satu dunia.

Juara All England pun pernah diraih lelaki kelahiran 5 Januari 1979 tersebut. Itu masih kurang.

Xuanze juga peraih medali perunggu pada Olimpiade Sydney 2000 serta mengantarkan Tiongkok merebut Piala Thomas dari tangan Indonesia pada 2004.

Dengan gelar seabrek tersebut, Xuanze pun dipilih menjadi pelatih tunggal putra. Harapannya, para tunggal putra Negeri Tembok Raksasa, julukan Tiongkok, itu mampu meniru suksesnya.

Hasilnya pun terlihat. Di sektor tunggal putra, Tiongkok punya tunggal putra dengan stok yang tak habis-habis. Chen Long kukuh di nomor satu dunia dan Lin Dan tetap konsisten di usia yang tak muda lagi.

Namun, siapa sangka, strategi dan kemampuan yang dimiliki kalah oleh seorang perempuan, Gading Safitri. Seorang ibu rumah tangga yang belum pernah moncer prestasinya saat masih jadi atlet.

Namun, saran dan masukannya kepada Sony Dwi Kuncoro mampu membuat strateginya tak berjalan. Hasilnya, Lin Dan pun takluk di babak semifinal oleh Sony.

Arahan ke Sony yang juga suami tercinta memenangkan pertandingan dengan tiga game 21-10, 17-21, 22-20. Lin Dan pun mengakui mantan penghuni Pelatnas Cipayung tersebut.

''Saya rasa Sony bisa bermain lebih baik dari saya. Penampilan saya di game pertama tidak bagus, sempat membaik hingga akhir permainan, namun sekali lagi, Sony tampil lebih baik dari saya,” ujar pemain yang dijuluki Super Dan ini seperti dikutip situs PBSI. (*)

Sudah Tanggung sampai Final

Greysia dan Nitya berpelukan (foto;PBSI)
LANGKAH Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari di 2016 akhirnya bisa ke final. Capaian tersebut dilakukan di Singapura Super Series 2016.

Sebelumnya, pasangan ganda putri andalan Indoenesia tersebut tak bisa melakukannya. Padahal, selama tahun ini, keduanya sudah diberi kesempatan tampil di Jerman Grand Prix Gold, All England Super Series Premier, India Super Series, dan Malaysia Super Series Premier.

Di Jerman,India, dan Malaysia, Greysia/Nitya tersandung di babak semifinal. Sementara di All England, keduanya sudah angkat koper sejak babak I.

Lolosnya Greysia/Nitya ke final Singapura Super Series 2016 ditentukan berkat kemenangan dua game langsung 21-18, 21-13 atas Jung Kyung-eun/Shin Seung-chan dalam pertandingan yang dilaksanakan di Singapore Indoor Stadium pada Sabtu waktu setempat (16/4/2016).

Kemenangan ini membalas kekalahan yang ditelan Greysia/Nitya pekan lalu di Malaysia. Ketika itu, pasangan yang sama-sama berasal dari Jaya Raya tersebut ditumbangkan dengan 16-21, 14-21.

Di babak final, Greysia/Nitya, yang diunggulkan di posisi kedua, akan berjumpa dengan unggulan teratas Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi yang mengalahkan Tian Qing/Zhou Yunlei dengan rubber game 21-17, 20-22, 21-16. Bagi Greysia/Nitya wakil Negeri Sakura, julukan Jepang, tersebut sudah tak asing lagi.

Mereka sudah lima kali berjumpa. Sayang, Greysia/Nitya baru dua kali memenangkan pertandingan. Dalam perjumpaan terakhir di India Super Series 2016, mereka kalah tiga game yang ketat 18-21, 21-19, 21-23.

“Kami kalah di pertemuan sebelumnya, jadi sekarang kami tidak mau kalah, kami mau jaga semangat sampai akhir,” ungkap Greysia usai pertandingan seperti dikutip media PBSI. (*)

Agenda final Singapura Super Series 2016
Tunggal putri: Ratchanok Intanon (Thailand x3) v Sun Yu (Tiongkok)

Ganda campuran: Ko Sung-hyun/Kim Ha-na (Korsel x3) v Xu Chen/Ma Jin (Tiongkok x4)

Ganda putri: Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari (Indonesia x2) v Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi (Jepang x1)

Tunggal putra: Sony Dwi Kuncoro (Indonesia) v Son Wan-ho (Korsel)

Ganda putra: Zhang Nan/u Haifeng (Tiongkok x3) v Takeshi Kamura/Keigo Sonoda (Jepang)

x=unggulan

Ayo Sony, Kamu Bisa

Kegembiraan Sony usai kalahkan Lin Dan (foto:PBSI)
DUA tahun terakhir, kemampuan Sony Dwi Kuncoro sudah dianggap habis. Badai cedera membuat dia pun harus terpental dari Pelatnas Cipayung.

Padahal, tempat tersebut sudah menempanya lebih dari 10 tahun. Ini membuat rankingnya pun jatuh.

Sempat berada di posisi keempat, Sony terpuruk di luar 100 besar. Gelar di ajang kecil Indonesia Challenge 2014 dan Taiwan Grand Prix Gold 2015 membuat penggila bulu tangkis sedikit menoleh kepadanya.

Tapi, kini, orang boleh mengatakan Sony telah kembali. Ini setelah dia mampu menembus final Singapura Super Series 2016. Lawan yang dikalahkannya pun bukan sembarangan.

Arek Suroboyo tersebut mempermalukan juara dunia lima kali dan dua kali peraih emas olimpiade, Beijing 2008 dan London 2012, Lin Dan. Sony menjungkalkan lelaki berjuluk Super Dan tersebut lewat rubber game 21-10, 17-21, 22-20 di Singapore Indoor Stadium pada Sabtu waktu waktu setempat (16/4/2016).

Ini menjadi kemenangan kedua beruntun bapak dua putri tersebut atas Lin Dan.  Kali terakhir, kedua adu kekuatan di Thailand Open 2012 dengan hasil 22-20, 17-21, 21-10.

Hanya, kemenangan di Negeri Singa, julukan Singapura, kali ini termasuk mengejutkan. Lin Dan merupakan unggulan keempat dalam turnamen berhadiah total USD 350 ribu tersebut. Dia juga baru saja menjadi juara All England 2016.

Sementara Sony, dia melalui Singapura Super Series 2016 dari babak kualifikasi. Ini disebabkan rankingnya belum bisa langsung menembus babak utama.

Di babak final, Sony akan menantang pebulu tangkis Korea Selatan Son Wan-ho.Dia menghentikan langkah Ng Ka Long dari Hongkong dengan straight game 22-20, 21-16.

Sony juga sudah lama tak berjumpa dengan Wan-ho. Kedua pebulu tangkis saling mengalahkan dalam dua kali pertemuan.

Sony menang di Korea Open 2007 dengan 21-18, 21-16. Tapi, dia menyerah 16-21, 21-19, 19-21 di Taiwan Open 2010. (*)

Hendra/Ahsan Biasa Saja

LABIL: Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan (foto:PBSI)
HENDRA Setiawan/Mohammad Ahsan tak lagi menakutkan. Sudah banyak pasangan yang bisa mempermalukan ganda putra nomor satu Indonesia tersebut.

Bukan lagi Lee Yong-dae/Yoo Yeon-seong dari Korea Selatan ataupun Zhang Nan/Fu Haifeng dari Tiongkok, pasangan sekelas Li Junhui/Liu Yucheng pun bisa memaksa Hendra/Ahsan ke luar lapangan dengan kepala tertunduk.

Itu terjadi di babak perempat final Singapura Super Series 2016. Ganda merah putih tersebut kalah dua game langsung 11-21, 11-21. Padahal, pekan lalu di Malaysia Super Series Premier, wakil Negeri Panda, julukan Tiongkok, tersebut mampu dikalahkan dua game 17-21, 17-21.

Secara ranking, Hendra/Ahsan juga jauh lebih baik. Kini, keduanya ada di posisi kesembilan atau sebelas setrip di atas lawan.

Kegagalan ini membuat juara dunia 2015 tersebut menelan tiga kali kegagalan beruntun. Di Malaysia, Hendra/Ahsan hanya sampai babak perempat final usai dikandaskan Mads Conrad-Petersen/Mads Pieler Kolding dari Denmark dengan 8-21, 21-17, 17-21.

Pada Maret 2016, di ajang All England 2016, mereka disikat ganda gaek Malaysia Koo Kien Keat/Tan Boon Heong di babak II dengan 15-21, 21-16, 17-21. Ironisnya, di All England dan Malaysia, Hendra/Ahsan menyandang status juara bertahan.

Tumbangnya Hendra/Ahsan di babak perempat final Singapura Super Series 2016 pun diikuti oleh rekan-rekannya yang lain. Markus 'Sinyo' Fernaldi/Kevin Sanjaya menyerah straight game 15-21, 19-21 kepada unggulan keempat Zhang Nan/Fu Haifeng dan Angga Pratama/Ricky Karanda Suwardi harus mengakui ketangguhan unggulan teratas asal Korea Selatan Yong-dae/Yeon-seong 17-21, 16-21.

Khusus bagi Angga/Ricky ini membuat mereka gagal mempertahankan gelar yang diraihnya tahun lalu. (*)

Tak Gentar Hadapi Lin Dan

Sony sudah lama tak berjumpa Lin Dan (foto;PBSI)
AKSI Sony Dwi Kuncoro di Singapura Super Series 2016 terus memakan korban. Kali ini, Wang Zhengming asal Tiongkok yang dikalahkannya dengan rubber game 16-21, 21-11, 21-16 dalam pertandingan babak perempat final yang dilaksanakan di Singapore Indoor Stadium pada Jumat waktu setempat (15/4/2016).

Ini menjadi kemenangan perdana Sony. Setelah sebelumnya, dia tak pernah menang dalam tiga kali perjumpaan yakni di Makau Open 2011, Tiongkok Open 2012, dan All England 2014.

Bahkan, kekalahan keempat sudah nyaris terjadi. Di game pertama, Sony menyerah 16-21. Tapi, di dua game berikut, bapak dua anak tersebut belajar banyak dan mampu membalikkan keadaan.

Lolos hingga ke babak semifinal Singapura Super Series bukan hal mudah sekarang bagi Sony.; Capaian ini perlu mendapat apresiasi.

Apalagi, dalam turnamen yang menyediakan hadiah total USD 350 ribu tersebut dia merangkak dari babak kualifikasi. Melangkah hingga menembus semifinal turnamen level tinggi sudah lama tak dirasakan Sony.

Kali terakhir, arek Suroboyo tersebut melakukannya di Hongkong Super Series 2013. Di event itu, Sony melangkah hingga babak final sebelum dihentikan Lee Chong Wei dari Malaysia.

Untuk menembus final kembali di Singapura Super Series 2016 juga bukan hal mudah baginya. Sony akan menantang lima kali juara dunia asal Tiongkok Lin Dan. Dia meraih tiket semifinal usai mengalahkan wakil Indonesia lainnya, Tommy Sugiarto, dengan dua game langsung 21-18, 21-14. Di Negeri Singa, julukan Singapura, Lin Dan diunggulkan di posisi kedua.

''Saya sudah lama tak bertemu dengan Lin Dan,'' ungkap Sony melalui pesan singkat.

Hanya, dia punya modal bagus untuk menghadapi Super Dan, julukan Lin Dan. Dalam pertemuan terakhir di Thailand Open 2012. Saat itu, Sony unggul 21-17, 21-16.

Hanya, sekarang kondisinya beda. Ranking Lin Dan jauh di atasnya.

Suami mantan ratu bulu tangkis dunia Xie Xingfang tersebut ada di posisi keempat. Sedangkan Sony terdampar di 56.

'Saya bonek aja melawan Lin Dan,'' jelasnya.

Bonek merupakan kependekan dari bondo nekat alias modal nekat yang biasanya melekat dengan warga Surabaya, (*)

Optimistis Raih Emas meski tanpa Momota

ILEGAL: Kento Momota (kanan) dan Kenichi Tago
KEKUATAN Jepang di sektor putra makal melemah. Tunggal andalannya Kento Momota terpental dalam tim, baik di ajang Piala Thomas pada Mei maupun Olimpiade Rio de Janeiro Agustus mendatang.

Sebenarnya, kemampuan lelaki 21 tahun tersebut masih diandalkan Negeri Sakura, julukan Jepang, dalam dua ajang bergengsi tersebut. Apalagi, di ajang Piala Thomas, negeri beribukota Tokyo tersebut merupakan juara bertahan.

Saat ini, kemampuan Momota tengah on fire. Ranking kedua pernah ditempati meski saat ini dia turun satu setrip.

Momota mendapat dikeluaran dari tim setelah terbukti melakukan judi di kasino ilegal. Hukuman itu sudah dijalani dengan absennua Momota di dua turnamen, Malaysia Super Series Premier dan Singapura Super Series. 

Meski tanpa Momota, tapi Jepang tetap optimistis mampu meraih prestasi, khususnya di olimpiade. ''Kami tetap yakin bisa meraih emas di sana,'' kata Nozomi Okuhara, juara tunggal putri All England Super Series Premier 2016 seperti dikutip media Malaysia.

Alasannya, rekan-rekannya mempunyai semangat tinggi untuk mengharunkan nama negara di ajang multievent empat tahunan tersebut.Sejak bulu tangkis masuk dalam cabang olahraga olimpiade pada 1992, Jepang belum pernah meraih medali emas.

Capaian tertingginya adalah medali perak. Itu disumbangkan pasangan ganda putri Mizuki Fujii/Reika Kakiwa pada Olimpiade London 2012. (*)